Pajak Progresif Kepemilikan Tanah Hantui Pengembang

20 September, 2019 - 4 min to read

RENCANA Undang-Undang Pajak Progresif Pertanahan yang sedang digodok Pemerintah perlu dicermati dengan seksama sehingga tujuan dari beleid tersebut tepat sasaran dan tidak menambah beban kepada dunia usaha. Pembebanan pajak kepada dunia usaha saat ini sudah cukup besar menambah beban keuangan perusahaan yang saat ini sedang diterpa situasi ekonomi yang tidak menentu.

Pada hakikatnya tanah adalah modal dasar dalam kegiatan usaha maupun untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Oleh sebab itu pemberlakukan Pajak Progresif atas tanah akan berdampak terhadap sektor-sektor industri lainnya. Sektor Real Estate atau Properti diyakini akan menjadi sektor usaha yang akan terkena dampak secara langsung dari pemberlakukan pajak progresif ini nantinya.

Pada saat ini belum dapat diukur seberapa besar dampak negatifnya yang akan terjadi pada sektor properti ini karena juklak, besaran dan mekanismenya belum jelas karena masih bersifat Rancangan Undang Undang atau bahkan masih berupa wacana. Kendati begitu, pelaku usaha sebagai salah satu pelaku ekonomi perlu memberikan pandangan sehingga kebijakan makro ini tepat sasaran dan tidak tambal sulam.

Kementerian ATR menyampaikan, pajak progresif akan diberlakukan terhadap tanah-tanah yang tidak dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. Tujuannya adalah untuk menghindari perilaku spekulatif masyarakat dalam penguasaan atau kepemilikan tanah. Pertanyaan kemudian yang timbul adalah: apakan kebijakan pajak progresif atas tanah ini dapat mencegah aksi spekulan tanah? ataukah akan memiliki dampak sampingan negatif terhadap consumer dan pengembang? Apakah sifat kebijakan ini dapat disikapi sebagai Tight Fiscal policy yang bertentangan dengan Loose Fiscal Policy yang baru ini dikeluarkan seperti penurunan biaya BPHTB dan Pph Barang mewah atas properti?

Tanah adalah komponen utama dalam Industri Real Estate atau Properti untuk mengembangkan usaha, sehingga dapat dipastikan pengembang memiliki tanah yang belum dikembangkan karena belum terdapat kebutuhan pasar untuk di daerah tersebut atau daya beli pasar masih lemah. Tentu pengembang menjadi khawatir bila lahan tersebut menjadi obyek pajak progresif maka beban biaya atas tanah tersebut menjadi semakin tinggi yang pada akhirnya mengakitbatkan Harga Pokok Penjualan akan meningkat dan dibebankan kepada konsumen.

Lahan yang belum signifikan Pembebanan kepada consumer terjadi dalam bentuk kenaikan harga jual unit properti yang dipasarkan Seyogyanya para pengambil kebijakan fiscal untuk sektor properti memahami betul siapakah pihak pihak yang terlibat dalam industri ini. Pengembang properti saat ini perlu memegang tanah secara jangka Panjang karena memerlukan waktu untuk merencanakan, mempersiapkan waktu peluncuran serta pembangunan. Oleh sebab itu pembebanan tambahan pajak akan sangat membebani pengembang yang sudah berjibaku untuk mengusahakan lahan yang ekonomis.

Pegembang sebagai perusahaan penyedia perumahan sesungguhnya memberikan kontribusi besar kepada negara melalui penyediaan rumah kepada masyarakat umum. Kita yakin Pemerintah bersama BUMN tidak akan mampu mengatasi backlog perumahan yang saat ini sudah mencapai lebih dari 12 juta. Pemerintah sebaiknya meluncurkan insentif dan kemudahan kepada industri real estate secara keseluruhan supaya industri real estate menjadi lebih bergairah keluar dari kelesuan pertumbuhan ekonomi yang dialami dalam dua tahun terkhir ini.

Di tengah kehawatiran krisis ekonomi baik global maupun nasional diharapkan pemerintah lebih bijak dan matang dalam menerapkan fiscal policy. Sesungguhnya pengusaha properti berharap adanya stimulus ekonomi yang tidak terbatas pada industri properti namun terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya sehinga dapat mengangkat daya beli masyarakat yang pada akhirnya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk membeli rumah.

Mengatasi Spekulan Tanah

Kita memahami bahwa pengadaan tanah perlu campur tangan pemerintah supaya tanah tidak dijadikan sebagai ajang spekulasi. Selanjutnya yang perlu diingat adalah tanah memiliki fungsi sosial. Perilaku spekulan sebenaranya tidak terjadi pada tanah semata tapi juga pada komoditas lainnya.

Pemerintah perlu mendalami apa penyebab utama dari maraknya spekulasi atas tanah? Apakah dengan penerapan pajak progresif dapat memberantas perilaku spekulan pada tanah? Salah satu penjelasan adalah tingginya permintaan akan tanah dan disisi lain pasokan (supply) tanah tidak bertambah sehinga adalah wajar harga tanah meningkat setiap tahunnya.

Perilaku spekulatif tidak menguntungkan untuk perekonomian, karena mengakibatkan kenaikan harga yang tidak wajar atau tidak sesuai dengan harga pasar (market value). Spekulasi pada tanah akan menguntungkan segelintir orang atau spekulan, sehingga bertentangan dengan fungsi sosial tanah. Pemerintah harus hadir dan melakukan regulasi terhadap perolehan tanah agar fungsi sosial tanah dapat tercapai.

Menurut pandangan kami, pajak progressif atas tanah bukanlah solusi tepat karena berpotensi melemahkan pelaku pasar lainnya secara negatif. Di berbagai Negara, pengaturan perolehan tanah dilakukan supaya tidak menjadi komoditas spekulatif dengan cara memperketat peruntukkan lahan sesuai dengan perkembangan Kawasan bukan dikaitkan dengan kenaikan tariff pajak apalagi pajak progresif.

Pemerintah harus konsiten memberlakukan Tata Ruang serta memberlakukan tarif pajak sesuai dengan peruntukan dan tingkat ke-ekonomian tata ruang tersebut. Pemerintah harus selalu mampu beradaptasi dan meng-update tataruang sesuai dengan pengembangan, kawasan, kota dan dinamika bisnis yang berlaku disuatu daerah.

Integrasi di berbagai sektor serta koordinasi antara pusat dan daerah dalam pengembangan dan perkembangan kawasan menjadi kunci satu Tata Ruang yang terintegrasi untuk semua sektor. Konsistensi penerapan peruntukan (land use) dan penerapan tarif pajak sesuai dengan peruntukannya cukup untuk menghindari spkeluasi terhadap perolehan tanah.

Dengan kebijakan yang konsiten terhadap peruntukan diharapkan tidak akan terjadi apresiasi yang berlebihan terhadap nilai tanah sehingga setiap pembelian akan sesuai dengan kebutuhannya. Di sisi lain Pemerintah diharapakan membedakan secara jelas tarif dan pertumbuhan pajak untuk setiap peruntukan penggunaan tanah yang pada akhirnya berdampak pada harga tanah yang akan menyesuaikan dengan sendirinya.

Misalnya tarif pajak untuk perumahan tidak bisa disamakan tarif dan pertumbuhannya dengan tanah untuk penggunaan komersial. Kita berharap pemerintah tidak tergesa-gesa dalam menerapkan pajak progresif terhadap tanah yang bisa menjadi boomerang terhadap dunia usaha dan konsumen. Untuk menghindari pelaku spekulan sesungguhnya dapat diatur dengan pemberlakukan tata ruang yang komprehenship dan konsiten. Semoga!

Penulis : Chandra Rambey

Insight Lainnya

15 May, 2020

Pandemi Covid19, Ekonomi Indonesia dan Pasar Properti

Suasana tidak menentu melanda dunia sejak Pandemi Covid19 terjadi. Masyarakat dunia terguncang Covid19 diyakini dapat menular dengan cepat…

21 September, 2019

Pajak Progresif Pertanahan Dibatalkan

“Pajak tersebut pada akhirnya akan dibebankan kepada konsumen yang menyebabkan harga properti semakin tinggi lagi,” CEO Indonesia Property…